MODUL 1.4.a.10. Laporan Aksi Nyata - Penerapan Budaya Positif - Disiplin Positif Wujudkan Budaya Positif di Sekolah
MODUL 1.4.a.10. Laporan
Aksi Nyata
Penerapan Budaya
Positif
Disiplin
Positif Wujudkan Budaya Positif di Sekolah
Oleh:
Putu Eka Juliana Jaya
Sekolah:
SMP Negeri 1 Denpaar, Bali
Fasilitator:
Bapak
Yuli Cahyono
Pengajar Praktik:
Bapak
I Komang Witarsa
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
PROGRAM PENDIDIKAN GURU
PENGGERAK
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.
LATAR
BELAKANG
Adalah
normal bila ada pro kontra, atau setuju dan tidak setuju dalam memperkenalkan
perubahan baru dalam suatu organisasi. Program Guru Penggerak (PGP) ini
menyeleksi dan memilih beberapa kandidat terbaik yang diharapkan mampu menjadi
agen perubahan dalam trasnformasi system pendidikan nasional Indonesia. Tidak
setiap sekolah mampu mengirimkan wakilnya karena seleksi yang sangat ketat.
Pada sekolah saya, hanya saya yang lolos berhasil mendapatkan kesempatan
mengenyam pendidikan sebagai calon guru penggerak. Hal ini membanggakan, dan
membuat semangat, serta bahagia. Namun juga menjadi tantangan sendiri, karena
beban yang diberikan di pundak saya untuk dapat mengimbaskan apa yang saya
dapatkan di PGP tersebut di atas.
Kembali
pada pro kontra suatu terobosan baru dalam pola pengajaran, yang kebetulan kali
ini berkaitan dengan upaya mencapai budaya positif melalui pendekatan disiplin
positif daripada hukuman atau celaan. Saya memilih mendekati rekan sejawat
dengan mengajak nya berdiskusi seperti pola refleksi yang saya alami dalam PGP
ini. Pola refleksi serupa itu, mengingatkan rekan sejawat saya tentang
bagaimana guru impian yang dia dambakan semasa kecil. Sekaligus refleksi itu
mengingatkan dia tentang bagaimana kesakitan yang ditimbulkan oleh guru atau
orang lain saat dia kecil dulu masih tetap tertanam hingga kini, bahkan
memperngaruhi keyakinannya tentang efektifnya sebuah kekerasan fisik dan verbal
dalam mendisiplinkan murid. Padahal di sudut hati terdalam dia terluka dan
tidak menyukai perlakuan itu. Itu adalah cara pertama saya mendekati rekan
sejawat saya yang berbeda pola mengajar.
Cara
berikutnya adalah dengan mengusulkan diadakan pelatihan tentang budaya positif
di sekolah kepada Kepala Sekolah dengan mengambil nara sumber terbaik yang bisa
diundang. Dengan meratanya pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya didiplin
positif untuk membentuk budaya positif, bersumber dari sumber yang dipercaya,
niscaya terwujud budaya positif yang didambakan. In berkontribusi bagi
terwujudnya generasi sopan, santun, berbudaya positif yang kita semua dambakan.
Menjadikan
sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya
sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. Namun, dalam prakteknya,
kalimat tersebut bukan kalimat yang mudah untuk diwujudkan karena diperlukan
perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Menurut Evans (2001), untuk
memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah,
maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong
perubahan budaya sekolah. Tugas kepemimpinan adalah menciptakan keselarasan
kekuatan, dengan cara yang membuat kelemahan suatu sistem menjadi tidak
relevan. Hal ini siebutkan oleh Peter F. Drucker dalam pandangannya tentang budaya positif. Walaupun sulit, reformasi budaya
sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan
orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka
terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Perubahan yang positif dan
konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat gradual. Oleh
karena itu, sebagai pemimpin, guru penggerak hendaknya terus berlatih mengelola
diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di bawah
pengaruhnya untuk menjalani proses bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan dengan
niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah.
Ketika
kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Mari kita ingat
kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar
Dewantara:
“Adapun
maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada
anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya” (dikutip dari buku Ki
Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20). Dari kutipan tersebut
mengisyaratkan kita sebagai guru perlu membangun komunitas di sekolah untuk
menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk
pribadi tapi berdampak pada masyarakat.
Pertanyaannya
sekarang adalah karakter seperti apa yang bisa menyiapkan murid menjadi manusia
dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti
tujuan pendidikan sendiri. Jika kita mengacu pada dasar negara kita yaitu,
Pancasila, ada beberapa karakter yang dapat kita contoh, antara lain: Beriman,
Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong,
Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.
Kita
seringkali memandang bahwa hukuman adalah bentuk yang sama dengan proses
pen-disiplin-an dan memberikan hukuman sebagai salah satu langkah dalam proses
disiplin murid. Padahal, disiplin dan hukuman memiliki arti yang berbeda dan
memberikan efek yang sangat berbeda dalam pembentukan diri murid. Pada umumnya
orang sering melihat 'disiplin' sebagai hal yang sama dengan 'hukuman', namun
disiplin dan hukuman adalah dua hal yang berbeda.
Disiplin
merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan
atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman
dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku
murid. Disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid tersebut
serta mengajarkan murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus
pada apa yang mampu mereka pelajari.
Menerapkan
pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting
dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Murid cenderung
menjadikan orang dewasa sebagai model; jika
murid melihat orang dewasa menggunakan kekerasan fisik atau psikologis,
mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat diterima sehingga ada kemungkinan
mereka akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Sekolah memiliki peran
penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar
perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua
peran di komunitas sekolah. Sekolah perlu bekerja dengan orangtua untuk
memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta membekali mereka dengan
informasi dan alat untuk mempraktikkan disiplin positif di rumah. Berikut peran
dan tanggung jawab berbagai struktur sekolah meliputi guru, kepala sekolah dan
orang tua murid.
Jadi,
disiplin positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan
murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab,
penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan
kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan
hati, tidak hanya bagi murid tetapi juga
bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, penyedia penitipan anak, pekerja
muda, dan lainnya).
Disiplin
positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka.
Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik
kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement)
untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan
siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan
kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini.
Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian
masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini
yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam
perjalanan tumbuh kembang mereka.
Seringkali
permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru,
terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui
adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid
dan guru menjadi kurang akur. Salah satu langkah dalam menerapkan budaya disiplin
positif adalah dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya
budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang
efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal
ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak
menekan.
Kesepakatan
kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama
membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya
berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap pengajar.
Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.
Dalam
menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang penting dan
hal yang bisa dikesampingkan. Murid dapat mengalami kesulitan dalam mengingat
banyak informasi, jadi susunlah 4 - 8 aturan untuk setiap kelas. Jika
berlebihan, murid akan merasa kesulitan dan tidak mendapatkan makna dari
kesepakatan kelas tersebut. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga
murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka.
Kesepakatan
yang disusun perlu mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Kesepakatan
perlu dapat diperbaiki dan dikembangkan secara berkala, seperti setiap awal
semester. Untuk mempermudah pemahaman murid, kesepakatan dapat ditulis,
digambar, atau disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan disadari
oleh murid. Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan
kegiatan murid. Hal ini menjadi strategi yang baik untuk meningkatkan
komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.
2. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan yang dapat disampaikan
pada aksi nyata ini adalah:
1)
Rendahnya budaya
positif
beberapa siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Denpasar
dalam mengikuti PJJ dengan Google Meeting.
2)
Rendahnya
disiplin beberapa siswa
kelas VIII SMP Negeri 1 Denpasar mengumpulkan tugas dengan Google Classroom.
3. TUJUAN AKSI NYATA
Adapun
tujuan dari rancangan aksi nyata ini adalah:
1) Meningkatkan
budaya positif siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Denpasar dalam mengikuti PJJ dengan Google Meeting dengan pendekatan budaya positif
.
2) Meningkatkan
disiplin siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Denpasar
mengumpulkan tugas dengan Google Classroom
dengan pendekatan budaya positif.
4. TOLOK UKUR
Tolok
ukur pencapaian dari rancangan aksi nyata ini adalah:
1) Budaya positif siswa kelas 8
SMP Negeri 1 Denpasar dalam mengikuti PJJ dengan Google Meeting meningkat
melalui pembuatan kesepakatan kelas.
2) Disiplin siswa kelas 8 SMP
Negeri 1 Denpasar dalam mengumpulkan tugas dengan Google Classroom meningkat
melalui penerapan disiplin positif
5. LINI MASA TINDAKAN YANG
AKAN DILAKUKAN
Rancangan
aksi nyata ini akan dilakukan selama 10
hari di kelas VIII SMP Negeri 1 Denpasar,
dengan pembagian lini masa sebagai berikut:
Pertama : persiapan (2 hari)
Kedua : pelaksanaan; pengumpulan data
dan informasi, (5 hari)
Ketiga : pengolahan data dan
wawancara (2 hari)
Keempat : pembuatan laporan (2 hari)
6. DUKUNGAN YANG AKAN
DIBUTUHKAN
Dalam
rangka memperlancar rancangan aksi nyata ini dibutuhkan dukungan Kepala Sekolah, kolega Guru, Orang tua, dan
siswa serta sarana dan prasarana penunjang, yaitu:
1) Laptop, computer,
printer; disediakan oleh sekolah.
2) Kuota
internet dan jaringan internet; disediakan oleh sekolah dan diberikan bantuan
oleh Kemdikbud
3) Handphone;
milik pribadi
4) Aplikasi
Microsoft Office; disediakan oleh
sekolah dan milik pribadi
5) Aplikasi
Google Meeting dan Google Classroom; disediakan oleh
sekolah dan milik pribadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Apakah yang dimaksud dengan Inkuiri
Apreiatif? Apa kaitannya dengan pemikiran filosofis Ki Hajar Dewantara? Apa
pula kaitannya dengan murid merdeka? Akan dapat dikupas dari beberapa ulasan
berikut ini, dalam bentuk question and
answer.
- Visi Guru
Penggerak
Visi guru
penggerak adalah tentang menemukan pola, metode, yang dapat menghantarkan anak
bangsa mencapai bahagia dan selamat; dan menajdi SDM unggul yang siap bersaing
di era Global melalui kompetensi abad 21 (4C). Layanan dan lingkungan
yang jelas membuat Guru mudah memanfaatkan potensi sekitarnya untuk
memaksimalkan pelayanan kepada anak. Layanan dan lingkungan pembelajaran yang
jelas juga membuat semua proses pembelajaran lebih pasti, sehingga kreativitas
yang akan dimunculkan saat PBM tak melampaui kondisi yang suada ada. Perlu
sekali. Guru perlu memiliki impian harapan visi terhadap murid nya. Memimpikan
murid sukses di bidang masing-masing di masa depan, mengetahui kelemahan yang
harus disiasati, akan membuat murid menapak selamat bahagia di masa depannya.
Murid yang bermutu seperti itu, akan menjadi insan dewasa yang mumpuni; yang
merupakan agregrat dari kualitas umum bangsa Indonesia. Murid kuat sehat cerdas
bahagia adalah amsa depan bangsa.
Murid
yang memiliki pengharapan tinggi dapat mengonseptualisasikan tujuan mereka
dengan jelas, sedangkan murid yang memiliki pengharapan rendah lebih ragu-ragu
dan tidak jelas akan tujuan mereka. Murid dengan pengharapan tinggi menentukan
tujuan mereka berdasarkan kinerja mereka sebelumnya. Mereka memasang target
belajar dan standar kinerja yang sedikit lebih tinggi dari apa yang dapat
mereka capai, karena mereka dapat menyelaraskan diri dengan tujuan mereka
sendiri dan mengendalikan bagaimana mereka akan mencapainya. Murid seperti itu
termotivasi secara intrinsik dan berkinerja baik secara akademis (Snyder
et.al., 2002, p.824). Mereka adalah murid merdeka.
2.
Pemetaan
Pemangku Kepentingan
Pemetaan pemangku kepentingan
penting agar lebih mudah melakukan perubahan (terwujudnya murid merdeka) yang
diharapkan melalui IA dengan langkah BAGJA nya. BAGJA: buat pertanyaan
(Define), Ambil pelajaran (Discover), Gali mimpi (Dream), Jabarkan rencana
(Design), Atur eksekusi (Delivery).
Pemetaan juga penting agar dampak dari
perubahan yang dilakukan memiliki kurva melengkung seperti yang diharapkan, dan
bukan sebaliknya, agar
mampu memilih point penting mana yang sudah baik, yang akan kita lakukan
sentuhan BAGJA untuk memperkuat keberhasilan, agar dapat meramalkan dampak yang akan
ditimbulkan; dampak baik maupun buruk nya, agar
memberdayakan kekuatan mereka sesuai dengan tupoksi yang dimiliki, dan tentu
juga agar para stake holder
dapat mengarahkan dalam melaksanakan program kegiatan sehingga tepat dan
terarah.
Komponen
yang perlu ada dalam pemetaan pemangku kepentingan adalah informasi akurat tentang
siapa dan apa peran nya, informasi
akurat tentang apa kontribusinya pada perubahan yang diinginkan, informasi yang
relevan tentang point mana yang harus dipilih untuk dilakukan perubahan sesuai
IA dg langkah BAGJA nya, informasi
akurat tentang potensi keberhasilan dan resiko yang mungkin muncul bila pilihan
perubahan tersebut diambil (Risk and
Benefit Analysis). Kekuatan
tersebut dapat membantu guru menciptakan lingkungan, suasana dan interaksi
belajar yang dapat memantik motivasi intrinsik murid.
a)
Disdikpora: pembuat
kebijakan; diharapkan membuat kebijakan yang 1)pro-murid sehingga murid
terlayani kebutuhan mereka terkait pendidikannya. 2)pro-guru, sehingga guru dapat fokus
melayani siswa dan sedikit saja terbebani permasalahan administrasi yang rumit
dan memakan waktu.
b)
Yayasan: pelindung;
yang memberikan perlindungan secara hukum dalam menjalankan tugas sebagai
pendidik di sekolah.
c)
Pengawas: penyelaras
tindakan yang dilakukan oleh Kepala Sekolah dan guru baik secara akademik dan
managerial, yang mampu mengayomi secara adil, bijaksana, proporsional.
d)
Kepala Sekolah:
pengelola, pendukung & penanggung jawab semua program, yang mengelola dan
menggerakkan semua bawahan secara manusiawi, bijak, dan adil.
e)
Wakasek: pembantu
Kepala Sekolah dalam menjalankan Program/Kegiatan, yang dapat membantu
permasalahan siswa dan guru yang muncul selama proses pembelajaran.
f)
6) Guru: pelaksana
program (mengajar), yang mengajar dan mendidik berpusat pada siswa, berhamba
pada anak, menghargai potensi & keunikan siswa, mampu merefleksi.
g)
Komite & Orang tua
siswa : pendukung pendanaan & kebijakan program sekolah, moril dan materi;
yang memberikan dukungan baik akademik dan non akademik untuk kemajuan murid.
h)
Siswa: asset bangsa
penerima pelayanan pendidikan, yang memiliki motivasi dan kreativitas belajar secara
mandiri dan bersemangat.
i)
Pegawai TU: pendukung
kelancaran administrasi, yang melayani administrasi yang dibutuhkan siswa,
guru, dan sekolah.
j)
Kepala & Pegawai
Perpustakaan: pendukung literasi dan kebutuhan buku siswa dan guru, yang
mengakomodir kebutuhan dan minat baca siswa dan guru.
k)
Masyarakat Sekitar:
sebagai pemerhati perkembangan sekolah dan pemberi umpan balik, yang peduli dan
mampu bekerja sama dengan sekolah secara positif sehingga dapat menjamin
keamanan dan kenyamanan siswa, guru, sekolah.
3.
Paradigma
IA yang berkaitan Kodrat Alam dan kodrat Zaman Ki Hajar Dewantara (KHD)
Bagian
yang paling berkaitan dalam IA dengan pemikian filosofis KHD adalah; menghargai
keunikan yaitu kekuatan anak. Guru juga harus menghormati perbedaan tiap anak,
dan menggali kekuatan yang ada pada tiap anak. Tugas dan peran
pendidik terkait pemikiran KHD adalah menuntun anak dengan cara bermakna
berdasarkan kemanusiaan. Memotivasi dan memfasilitasi anak dengan menonjolkan
kekuatannya dan membuat kelemahan menjadi tak relevan. Menjadi teladan bagi
anak dengan penuh kasih saying. Niscaya anak dapat meraih impiannya dan
bertumbuh menajdi selamat dan bahagia sebagai individu dan anggota masyarakat. Dua poin dari KHD
adalah berkenaan dengan kodrat alam dan kodrat jaman yang intinya menghargai
potensi anak dengan jalan memunculkan kekuatan tiap anak menjadi bermakna bagi
anak tersebut sehingga bila pun ada kelemahan, ia menjadi tak relevan.
4.
Murid
merdeka
Murid
Merdeka adalah murid yang mendapat pelayanan pendidikan dengan mengedepankan
penghormatan pada keunikan (kodrat) murid. Dengan menghormati keberadaannya
itu, murid akan dipahami, dimengerti, dan dituntun melalui pendidikan dan
pengajaran yang bermakna yang berguna bagi keselamatan dan sebagai anak dan anggota masyarakat di
kemudian hari. Murid merdeka adalah cerminan dari diberlakukannya pemikiran
filosofi KHD, tercapainya cita-cita menuju profil pelajar Pancasila. Murid yang
merdeka adalah murid yang diperlakukan dengan azas kemanusiaan, memperhatikan
trapesium usia, diagram gunung es, dan eskalator system kerja otak. Murid
merdeka adalah murid yang menerima perlakuan yang menyenangkan dari Guru dan
lingkungannya sesuai nilai dan peran guru yang diharapkan. Murid merdeka adalah
murid yang memiliki visi dan impiannya, dan didampingi Guru & stake holders
yang menuntunnya mencapai mimpinya. Ciri-ciri murid merdeka adalah:
a) Murid
senang dan antusias mengikuti pelajaran; dari senyum dan raut wajah terlihat
jelas.
b) Murid
berani bertanya dan tak khawatir di-bully; karena semua pertanyaan dihargai,
telah dibuat kesepakatan tak boleh menertawakan pendapat atau pertanyaan orang
lain
c) Murid
yang memiliki mimpi yang bias dipetakannya dengan jelas.
d) Murid
yang meneladani nilai dan peran gurunya; yang menggugu dan meniru gurunya.
e) Murid
yang menjadi sahabat bagi gurunya.
Visi
murid merdeka di kelas dapat dicapai dengan cara menerapkan prinsip merdeka
belajar, dengan berpedoman pada pemikiran filosofis KHD, profil pelajar
Pancasila, memberi teladan melalui penerapan nilai, peran, dan menuntun murid
dengan rasa kemanusiaan. Perubahan nyata dengan IA dan BAGJA juga akan
memunculkan potensi tiap anak, sehingga begitu potensi muncul, maka tujuan dan
cita mereka tergambar. Bila arah sudah jelas, tentu terwujudlah visi murid
merdeka tersebut. Paradigma
budaya positif dapat membantu
guru mencapai murid merdeka
dengan cara mengutamakan potensi kekuatan
yang ada pada semua diri siswa dan stake holders nya, dan membuat kelemahan
yang ada menjadi tak lagi relevan mengganggu visi murid merdeka saya. Perilaku yang
mencerminkan paradigma budaya positif di
kelas adalah;
a) Mengenali
setiap karakter siswa dikelas (mapping)
b) Memilih
tindakan secara unik dan spesifik dalam menuntun siswa belajar.
c) Mendorong
kreativitas yang diinginkan siswa dalam menyelesaikan tugasnya.
d) Memotivasi
anak untuk memikirkan dan menalar setiap langkah yang akan dia ambil, dan
memperkenalkan konsep IA dan BAGJA pada mereka sebagai modalnya.
e) Memberikan
ruang kebebasan bagi anak agar mau bertanya, merespons, menjawab melalui ruang
kolaborasi yang sengaja di-desain.
f) Memberikan
kesempatan pada tiap anak untuk mengkomunikasikan dirinya, idenya, dan hal
terkait pembelajaran yang telah dibuatnya.
6.
Kodrat Alam dan Kodrat Zaman
KHD
menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan
kodrat zaman. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di
mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama”. KHD
mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut “Dalam
melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala
kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup
kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang
berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu,
segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan
penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan
dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan
dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21).
KHD
hendak mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat
diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Bila melihat dari
kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk
memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia
sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus
disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia. Oleh sebab
itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten
pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai
kemanusiaan. KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang
sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri.
BAB III
KERANGKA KONSEP & METODELOGI PENELITIAN
1. Bagan kerangka konsep aksi nyata
|
|
|
|
|
|
Latar Belakang |
|
||
|
Belum terwujudnya
siswa yang aktif partisipatif sesuai Merdeka Belajar dan pendekatan budaya
positif melalui kesepakatan kelas. |
Lini masa tindakan
yang akan dilakukan |
|
|
|
Belum maksimal
terwujud visi Guru dalam mengumpulkan kekuatan melalui BAGJA |
Tahap persiapan: 2
hari |
|
|
|
Perlu dikembangkan
perubahan nyata yang lebih optimal yang mengadopsi kekuatan dan membuat kurva
menjadi melengkung. |
Tahap pelaksanaan
(pengumpulan data dan informasi terkait): 5 hari |
|
|
|
Tujuan |
Tahap
pengolahan data dan wawancara (2 hari) |
|
|
|
Terwujudnya siswa
yang aktif partisipatif sesuai Merdeka Belajar dan pendekatan budaya positif
melalui kesepakatan kelas |
Tahap evaluiasi
& pembuatan laporan: 1 hari |
|
|
|
Terwujud visi guru
dalam mengumpulkan kekuatan melalui BAGJA |
Dukungan yang
dibutuhkan |
|
|
|
Terwujud peran
nyata Guru yang semakin optimal dengan mengadopsi kekuatan dan membuat kurva
melengkung pada saat perubahan diambil. |
Dukungan Kepala
Sekolah, Kolega Guru, Orang Tua, dan Siswa. |
|
|
|
Tolok Ulur |
Kuota
internet dan jaringan internet; disediakan oleh sekolah dan diberikan bantuan
oleh Kemdikbud |
|
|
|
Tercapainya siswa
yang lebih aktif dan partisipatif yang mencerminkan Merdeka Belajar sesuai
pendekatan budaya positif melalui kesepakatan kelas. |
Laptop,
computer, printer; disediakan oleh sekolah. Handphone; milik pribadi |
|
|
|
Visi Guru nyata dan
terukur dalam mengumpulkan kekuatan melalui BAGJA. |
Aplikasi
Microsoft Office; disediakan oleh sekolah dan milik pribadi |
|
|
|
Tercapai
sosialisasi dan penerapan pendekatan Inkuri apresiatif sehingga makin optimal
dalam mengidentifikasi kekuatan setiap stake holders sehingga perubahan nyata
memiliki kurva melengkung. |
Aplikasi
Google Meeting dan Google Classroom; disediakan oleh sekolah
dan milik pribadi |
|
|
|
|
|
|
|
2. Metodelogi Penelitian
2.1 Kondisi Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Denpasar dengan jumlah kelas yang diamati adalah 6 kelas yang rata-rata terdiri dari 44 siswa. Siswa kelas
VIII sebagai subyek penelitian ini memiliki karakteristik yang heterogen.
Heterogen baik dalam segi kemampuan intelegensi, motivasi belajar, latar
belakang keluarga, maupun sifat dan wataknya. Dari segi watak ada beberapa
siswa yang memiliki watak sulit diatur, sehingga kadang-kadang menyulitkan guru
pada saat pembelajaran berlangsung. Namun secara umum memiliki kepribadian yang
cukup baik.
Permasalahan tersebut mungkin
dikarenakan semangat belajar yang kurang. Keadaan tersebut dapat dilihat
keadaan sehari-hari, di mana siswa sering mengeluh pusing dan bosan bila diajak
belajar IPS. Permasalahan inilah yang mendorong peneliti mengangkat siswa kelas VIII pada mata pelajaran IPS sebagai obyek penelitian dengan memakai pendekatan
inkuiri apreiatif dan BAGJA.
2.2 Obyek tindakan
Proses penelitian tindakan kelas
ditik beratkan pada prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran melalui
pendekatan budaya positif, melalui
strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam meraih
prestasi belajar.
2.3 Tempat, waktu dan subyek penelitian
Penelitian
dilaksanakan di SMP Negeri 1 Denpasar, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar,
Provinsi Bali. Penelitian dilaksanakan selama 11 hari, mulai dari 23 November 2020 sampai dengan 3 Desember 2020. Subyek penelitian adalah 6 kelas siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Denpasar dengan jumlah
siswa di kelas rata-rata adalah 44 orang.
2.4 Sumber
Data
Sumber data penelitian adalah data
primer yang diperoleh melalui angket, wawancara dan observasi pada siswa kelas
VIII SMP Negeri 1 Denpasar pada tahun ajaran 2020/2021
2.5 Teknik dan alat pengumpulan
data
Dalam
tulisan ini pengumpulan data dilakukan dengan teknik :
1)
Observasi, yaitu untuk mengamati tingkat partisipasi dan kemandirian siswa melalui data yang
dikumpulkan dari absensi saat Google Meeting dan pengumpulan tugas dari Google Classroom selama kegiatan aksi nyata sehingga diharapkan mendapatkan data yang akurat.
2)
Wawancara, yaitu melengkapi data
yang diperoleh melalui observasi.
2.6 Validasi Data
Untuk memperoleh data yang valid
peneliti melalukan validasi data yang diperoleh dari observasi dan wawancara.
2.7 Analisis data
Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah :
a. Analisis
kuantitatif, yaitu adalah analisis data yang dinyatakan dengan angka.
b. Analisis
kualitatif, adalah analisis data deskriptif yang
dinyatakan dengan kualitatif atau keterangan yang dilakukan pada data hasil observasi,
dan wawancara.
Analisis digunakan terhadap data
hasil penelitian tahap aksi nyata perdana, aksi nyata
pertama, dan aksi nyata kedua. Teknik analisis dilakukan dengan
membandingkan seberapa besar selisih kehadiran siswa dalam
mengikuti pembelajaran online (PJJ dengan Google Meeting dan aktifitas siswa selama pengumpulan tugas di Google Classroom
pada setiap tahap.
2.8 Jadwal Penelitian
Jadwal kegiatan penelitian
dilaksanakan selama 11 hari kerja mulai dari 23 November
2020 – 3 Desember 2020.
2.9 Pelaksanaan Penelitian
Penelitian tindakan kelas
dilaksanakan dalam tiga kali aksi nyata. Setiap aksi nyata terdiri dari empat langkah yaitu perencanaan (planning), pelaksanaan (actuating), observasi (observing), dan refleksi (reflecting). Prosedur penelitian tindakan
aksi nyata dilakukan secara bertahap mulai dari kegiatan aksi nyata perdana, pelaksanaan tindakan aksi nyata
pertama dan aksi nyata kedua.
Tahapan
Penelitian Tindakan Aksi Nyata:
1. Tahap Aksi Nyata Perdana
Langkah tindakan pada kegiatan aksi nyata
perdana;
a)
Melakukan pencatatan absensi saat
diselenggarakannya Google Meeting dan pengumpulan tugas melalui Google
Classroom.
b)
Pendekatan Budaya Positif belum
diterapkan.
c)
Menganalisis partisipasi dari kehadiran siswa, dan kemandirian dari pengumpulan tugas
siswa.
d)
Mengamati aktifitas siswa baik sikap
dan perilakunya selama mengikuti proses pembelajaran maupun pengumpulan tugas di Google Classroom.
e)
Melakukan penelitian.
2. Tahap Aksi Nyata Pertama
Kegiatan penelitian tindakan aksi nyata tahap pertama dilaksanakan berdasarkan hasil kegiatan
tahap aksi nyata perdana. Tahap aksi nyata pertama
diterapkan tindakan aksi nyata dengan
menggunakan pendekatan desain pembelajaran Merdeka
Belajar, yaitu sebagai berikut:
a. Perencanaan
Penyusunan perencanaan mengacu pada
peningkatan partisipasi belajar dan kemandirian siswa pada mata
pelajaran IPS. Perencanaan penelitian tindakan kelas menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Mengkondisikan kelas agar dapat
digunakan untuk penelitian tindakan aksi nyata penerapan desain pembelajaran Merdeka Belajar.
b)
Menyiapkan perangkat penelitian,
antara lain:
1)
Menyusun pedoman observasi.
2)
Menyusun pedoman wawancara atau
panduan wawancara.
3)
Menyiapkan pedoman analisis data.
b. Tindakan
Melaksanakan penelitian tindakan aksi nyata, dengan menggunakan skenario / alur desain pembelajaran menggunakan pendekatan Budaya Positif sebagai
berikut :
1)
Membentuk kelompok belajar
berdasarkan heterogenitas jenis kelamin dan kemampuan, menempatkan kelompok
pada main hall, lalu meminta kelompok masuk ke break-out room sesuai pembagian kelompok untuk berdiskusi, lalu kembali
lagi ke main hall untuk mempresentasikan hasil diskusi nya, dan ditanggapi
kelompok lain.
2)
Memberi penjelasan dan membimbing kelompok tentang alur ‘BAGJA”,
peran tiap anggota kelompok, dan materi yang harus didiskusikan,
serta langkah yang harus dilakukan
dalam diskusi kelompok, yaitu:
a)
Menetapkan tujuan
utama: ‘Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang memiliki
kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila’.
b)
Profil Pelajar Pancasila. (Memilih
salah satu dari 6 profil pelajar Pancasila)
c)
Kompetensi Pelajar Pancasila:
__________ (menuliskan kompetensi yang diharapkan dari Profil Pelajar
Pancasila yang dipilih kelompok)
d)
Indikator Ketercapaian:
____________________
e)
Elaborasi hingga pelaksanaan
konkret di sekolah dan kelas Anda:
f)
Apa yang akan dilakukan untuk
mencapai Profil Pelajar Pancasila yang dipilih?
g)
Mengapa memilih Profil Pelajar
Pancasila yang dipilih?
h)
Bagaimana mencapai Profil Pelajar
Pancasila yang dipilih?
i)
Siapakah para pihak yang terlihat
dan bagaimana peran mereka?
3)
Menugaskan kelompok untuk membuat
kesimpulan materi yang didiskusikan dalam kelompok. Rangkuman yang dibuat harus dihubungkan dengan kondisi
riil di masyarakat setempat.
c. Pengamatan atau Observasi
Peneliti mengadakan pengamatan atau
observasi selama proses pembelajaran dan laporan hasil kerja kelompok siswa
berupa rangkuman hasil diskusi kelompok, meliputi :
1)
Reaksi siswa saat menerima tugas
mendiskusikan materi.
2)
Aktifitas siswa selama diskusi
kelompok.
3)
Partisipasi siswa dalam membuat
laporan hasil kerja.
4)
Produk siswa yang berupa laporan
hasil kerja kelompok.
5)
Partisipasi siswa selama diskusi
kelas.
6)
Partisipasi siswa selama membuat
laporan bersama.
d. Refleksi
Berdasarkan hasil pengamatan atau
observasi dan wawancara selama kagiatan aksi nyata pertama, diperoleh data
partisipasi siswa selama diskusi dan kemandirian siswa dalam pengumpulan tugas. Data
tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyusun rencana tindakan pada siklus ke
dua. Kegiatan refleksi dilakukan untuk mengetahui kelemahan tindakan aksi nyata pertama, apakah telah terjadi perubahan atau belum,
dan bagaimana cara mengatasi kelemahan-kelamahan yang terjadi pada aksi nyata tersebut, selanjutnya digunakan untuk merencanakan
tindakan aksi nyata kedua.
3. Aksi Nyata Kedua
Penelitian tindakan aksi nyata keddua dilaksanakan berdasarkan refleksi dari pelaksanaan
tindakan aksi nyata pertama. Pelaksanaan tindakan aksi nyata kedua dilaksanakan dengan tujuan memperbaiki kelemahan –
kelemahan tindakan aksi nyata pertama.
Adapun langkah-langkah tindakan aksi nyata kedua adalah
sebagai berikut :
a. Perencanaan
Kegiatan
perencanaan aksi nyata kedua adalah
sebagai berikut :
1)
Menyusun rencana atau skenario
tindakan aksi nyata ulang
berdasarkan evaluasi dan catatan yang didapat berdasarkan hasil refleksi aksi
nyata pertama.
2)
Menyiapkan perangkat tindakan berupa
lembar pengumpulan data dan perangkat analisis data.
3)
Melaksanakan rencana tindakan aksi nyata kedua dengan penerapan
desain pembelajaran “Merdeka Belajar”.
b. Tindakan Aksi Nyata
Pada aksi nyata kedua, peneliti
melakukan tindakan yang berupa perbaikan dari tindakan aksi nyata pertama, dengan menggunakan pendekatan yang sama
seperti aksi nyata yakni penerapan desain pembelajaran dengan
pendekatan Buday Positif yang lebih bervariasi dan atraktif.
c. Observasi atau pengamatan
Kegiatan yang dilakukan pada saat
observasi adalah
1)
Peneliti melakukan pengamatan atau
observasi dengan menggunakan lembar pengamatan terhadap proses diskusi siswa
2)
Mengumpulkan data hasil diskusi
siswa baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
d. Refleksi
Kegiatan yang dilakukan pada saat refleksi adalah
1)
Memeriksa dan menilai hasil diskusi
siswa.
2)
Mengidentifikasi kelemahan yang
timbul pada tindakan aksi nyata kedua
berlangsung.
3)
Melakukan evaluasi secara menyeluruh
terhadap proses dan hasil kerja siswa selama aksi nyata kedua.
BAB IV
HASIL AKSI NYATA & PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Kondisi Awal
1.
Deskripsi Partisipasi dan Kemandirian Siswa pada aksi Nyata Perdana
Dapat diamati dari tabel 4.1 bahwa Partisipasi dan Kemandirian siswa kelas
8C, 8D, 8E, 8G, 8J, 8F sudah cukup baik. Namun masih ada potensi untuk
dilakukan peningkatan.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tabel 4.1. Data Partisipasi dan
Kemandirian Siswa Kelas 8 SMPN 1 Denpasar |
|
||||||||||||||
|
pada Aksi Nyata (AN) Perdana,
Pertama dan Kedua |
|
||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||
|
No |
Kelas |
Jumlah Siswa |
Partisipasi (Google Meeting) |
Kemandirian (Google Classroom) |
|
||||||||||
|
AN Perdana |
% |
AN Pertama |
% |
AN Kedua |
% |
AN Perdana |
% |
AN Pertama |
% |
AN Kedua |
% |
|
|||
|
1 |
8C |
44 |
33 |
75,00 |
38 |
86,36 |
42 |
95,45 |
14 |
31,82 |
15 |
34,09 |
30 |
68,18 |
|
|
2 |
8D |
44 |
43 |
97,73 |
39 |
88,64 |
44 |
100,00 |
17 |
38,64 |
19 |
43,18 |
27 |
61,36 |
|
|
3 |
8E |
43 |
41 |
95,35 |
38 |
88,37 |
40 |
93,02 |
25 |
58,14 |
31 |
72,09 |
40 |
93,02 |
|
|
4 |
8F |
43 |
37 |
86,05 |
37 |
86,05 |
34 |
79,07 |
24 |
55,81 |
25 |
58,14 |
30 |
69,77 |
|
|
5 |
8G |
43 |
37 |
86,05 |
39 |
90,70 |
40 |
93,02 |
20 |
46,51 |
22 |
51,16 |
31 |
72,09 |
|
|
6 |
8J |
42 |
35 |
83,33 |
36 |
83,33 |
36 |
85,71 |
32 |
76,19 |
31 |
73,81 |
39 |
92,86 |
|
|
Rerata |
43,17 |
37,67 |
87,25 |
37,83 |
87,64 |
39,33 |
91,05 |
22,00 |
51,19 |
23,83 |
55,41 |
32,83 |
76,21 |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Sejak awal tahun ajaran baru dimulai sampai dengan tahap ini di tanggal 23 November
2020 dan tanggal 26 November 2020, belum dilakukan penerapan desain
pembelajaran dengan pendekatan Budaya Positif. Data yang ditampilkan di tabel
4.1 mencerminkan keadaan awal dari siswa.Dapat diamati pada aksi nyata perdana,
partisipasi siswa kelas 8C, 8D, 8E, 8F, 8G, dan 8J di SMP Negeri 1 Denpasar
yang mengikuti pembelajaran online dengan
VOOV Meeting diperoleh data rerata 87.25 persen, sedangkan kemandirian
siswa tersebut dalam mengumpulkan tugas dengan Google Classroom diperoleh data rerata hanya 51.19
persen.
4.2 Deskripsi Aksi Nyata Pertama
Pelaksanaan aksi nyata pertama
dilaksanakan pada tanggal 27 November 2020 dan 30 November 2020,
selama satu kali pertemuan dengan Google Meeting dan satu kali penugasan dengan
Google Classroom. Sebelum melaksanakan tindakan pembelajaran dengan pendekatan budaya positif, dilakukan persiapan untuk menjamin terlaksananya rencana dengan lancar. Langkah
awal dalam perencanaan adalah peneliti memeriksa desain
pembelajaran dengan pendekatan budaya positif yang telah
disusun, dibaca ulang, mencermati setiap butir yang akan direncanakan.
Peneliti memeriksa skenario pembelajaran yang terdapat dalam desain pembelajaran merdeka Belajar tersebut yang akan
diimplementasikan melalui kegiatan pembelajaran dari kegiatan awal sampai
kegiatan akhir.
a. Kegiatan Awal
Pertemuan pertama dilaksanakan tanggal 27 November
2020. Kegiatan awal dilaksanakan kurang lebih 10 menit,
yaitu memberikan salam, memeriksa kehadiran siswa, mengkondisikan siswa agar
siap menerima pelajaran, memotivasi siswa, memberikan apersepsi untuk
memusatkan perhatian siswa pada materi pembelajaran. Peneliti menyampaikan desain pembelajar dengan pendekatan budaya positif melalui kesepakatan
kelas yang akan diterapkan, materi dan tujuan pembelajaran yang
akan dilaksanakan.
b. Kegiatan Inti
Kegiatan inti siklus I pertemuan tindakan aksi nyata pertama pada dilaksanakan
selama 40 menit. Guru membentuk kelompok diskusi di dalam Main Hall berdasarkan heterogenitas jenis kelamin dan kemampuan untuk
melaksanakan diskusi sesuai permasalahan yang ada. Ketua kelompok
mencatat refleksi yang diberikan Guru yang telah
disiapkan untuk di diskusikan secara bersama – sama di dalam kelompok. Kemudian Guru memberikan waktu untuk kelompok siswa masuk ke dalam Break-Out room yang sudah disiapkan.
Guru mengawasi siswa yang sedang melakukan diskus dengan join pada meting room kelompok. Setelah
kerja kelompok selesai, kembali berkumpul di main-hall, dan dilanjutkan
dengan diskusi kelas untuk saling mencocokkan hasil kerjanya. Setiap kelompok
diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan
tanggapan.
Setelah beberapa kelompok selesai presentasi, guru
mengulas materi dan hasil kerja siswa. Dengan bimbingan guru, siswa membuat
kesimpulan dari kegiatan yang telah dilaksanakan.
c. Kegiatan Akhir
Guru memberikan saran dan tindak lanjut untuk pelajaran berikutnya. Guru
memberi tugas pekerjaan rumah pada siswa untuk menyelesaikan yang akan dibahas
pada pertemuan selanjutnya. Kegiatan ditutup dengan doa dan
salam.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada aksi nyata
pertama, diamati partisipasi dan
kemandirian siswa. Partisipasi belajar siswa dengan Google Meeting pada aksi nyata pertama ini mengalami peningkatan
dari 87.25 persen saat aksi nyata perdana menjadi 87.64 persen pada aksi nyata
pertama. Sedangkan kemandirian siswa dapat diamati mengalami pula peningkatan
dari 51.19 persen saat aksi nyata perdana menjadi 55.41 persen pada aksi nyata
pertama.
Peningkatan partisipasi dan kemandirian ini terjadi setelah siswa mulai
menerima pembelajaran dengan memakai desain pembelajaran dengan pendekatan budaya
positif yang mengedepankan keunggulan & keunikan siswa, membuat rasa
bahagia (well being) pada diri anak
karena siswa diberikan kebebasan untuk berdiskusi dan berekspresi sesuai
potensi minat dan bakatnya. Dalam proses pembelajaran
IPS siswa diamati lebih tertarik untuk mengikuti diskusi walaupun masih ada
yang bermain – main, pasif dalam diskusi. Dengan desain pembelajaran dengan pendekatan budaya positif mulai ada perubahan partisipasi dan kemandirian belajar siswa ke arah peningkatan.
4.3 Deskripsi Aksi Nyata Kedua
Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan pada tanggal 30 November 2020. Sebelum melaksanakan tindakan
perbaikan, dilakukan persiapan terakhir. Langkah awal dalam perencanaan adalah
peneliti memeriksa desain dengan pendekatan budaya positif yang telah
disusun, dibaca ulang, mencermati setiap butirnya. Semua perencanaan dimatangkan dan sarana prasarana
dipersiapkan dengan baik sehingga kegiatan proses belajar mengajar menjadi lancar pada saat
dilakukan tindakan aksi nyata kedua ini.
a. Kegiatan
Awal
Kegiatan awal dilaksanakan kurang lebih 10 menit, yaitu memberikan salam,
memeriksa kehadiran siswa, mengkondisikan siswa agar siap menerima pelajaran,
memotivasi siswa, memberikan apersepsi untuk memusatkan perhatian siswa pada
materi pembelajaran. Peneliti menyampaikan desain
pembelajar dengan pendekatan budaya positif yang akan diterapkan, materi dan
tujuan pembelajaran yang akan dilaksanakan.
b. Kegiatan
Inti
Kegiatan inti pada tindakan aksi nyata pada pertemuan 30 November 2020 dengan Google
Meeting dilaksanakan selama 40 menit. Guru membentuk kelompok
diskusi di dalam Main Hall berdasarkan heterogenitas jenis kelamin dan kemampuan untuk
melaksanakan diskusi sesuai permasalahan yang ada. Ketua kelompok
mencatat refleksi yang diberikan Guru yang telah
disiapkan untuk didiskusikan secara bersama – sama di dalam kelompok. Kemudian Guru memberikan waktu untuk kelompok siswa masuk ke dalam Break-Out room yang sudah disiapkan.
Guru mengawasi siswa yang sedang melakukan diskusi dengan join pada meeting room kelompok. Setelah
kerja kelompok selesai, kembali berkumpul di main-hall, dan dilanjutkan
dengan diskusi kelas untuk saling mencocokkan hasil kerjanya. Setiap kelompok
diberi kesempatan untuk menyampaikan hasil diskusi dan kelompok lain memberikan
tanggapan.
Setelah beberapa kelompok selesai presentasi, guru
mengulas materi dan hasil kerja siswa. Dengan bimbingan guru, siswa membuat
kesimpulan dari kegiatan yang telah dilaksanakan.
c. Kegiatan
Akhir
Guru memberikan saran dan tindak lanjut untuk pelajaran berikutnya. Guru
memberi tugas pekerjaan rumah pada siswa untuk menyelesaikan yang akan dibahas
pada pertemuan selanjutnya. Kegiatan ditutup dengan doa dan
salam.
Selama kegiatan pembelajaran berlangsung pada aksi nyata
kedua, diamati partisipasi dan
kemandirian siswa. Partisipasi belajar siswa dengan Google Meeting pada aksi nyata kedua ini mengalami peningkatan dari
87.64 persen saat aksi nyata pertama menjadi 91.05 persen pada aksi nyata
kedua. Sedangkan kemandirian siswa dapat diamati mengalami pula peningkatan
dari 55.41 persen saat aksi nyata pertama menjadi 76.21 persen pada aksi nyata
kedua.
Peningkatan partisipasi dan kemandirian siswa ini terjadi setelah siswa
mulai menerima pembelajaran dengan memakai desain pembelajaran dengan
pendekatan budaya positif yang mengedepankan keunggulan dan keunikan siswa,
membuat rasa bahagia (well being) pada diri anak karena siswa diberikan
kebebasan untuk berdiskusi dan berekspresi sesuai potensi minat dan bakatnya. Kondisi
ini mendorong terbentuknya Profil Pelajar Pancasila yang diharapkan. Dalam proses pembelajaran IPS siswa diamati semakin tertarik untuk
mengikuti diskusi walaupun masih ada yang perlu
diperhatikan secara khusus dalam diskusi. Dengan desain
pembelajaran dengan
pendekatan budaya positif mulai ada perubahan partisipasi dan kemandirian belajar siswa ke arah peningkatan.
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
1)
Partisipasi belajar siswa kelas
8C, 8D, 8E, 8F, 8G, dan 8J di SMP Negeri 1 Denpasar dalam mengikuti
pembelajaran jarak jauh menggunakan Google
Meeting setelah pelaksanaan aksi nyata perdana, pertama, dan kedua
berturut-turut mengalami peningkatan, yaitu berturut-turut sebesar 87.25
persen, 87.64 persen, dan 91.05 persen. Ini mencerminkan bahwa desain
pembelajaran Merdeka Belajar sangat sesuai untuk diterapkan pada proses belajar
mengajar.
2)
Kemandirian siswa kelas 8C, 8D,
8E, 8F, 8G, dan 8J di SMP Negeri 1 Denpasar dalam mengumpulkan tugas melalui Google Classroom setelah pelaksanaan
aksi nyata perdana, pertama, dan kedua berturut-turut mengalami peningkatan,
yaitu berturut-turut sebesar 51.19 persen, 55.41 persen, dan 76.21 persen. Ini
mencerminkan bahwa desain pembelajaran Merdeka Belajar sangat sesuai untuk
diterapkan pada proses belajar mengajar.
5.2. Saran
1)
Guru hendaknya mulai menerapkan desain
pembelajaran dengan pendekatan budaya positif yang mengadopsi
pemikiran filosofi Ki Hajar Dewantara dan demi terwujudnya Profil Pelajar
Pancasila dan merdeka belajar secara menyeluruh untuk mewujudkan impian
trasnformasi sistem pendidiak nasional Indonesia.
2)
Upaya peningkatan partisipasi dan
kemandirian siswa ini hendaknya terus-menerus dilakukan sehingga tercapai
ketuntasan 100%.
Lampiran:
DESAIN PEMBELAJARAN dengan Budaya Positif
Kelompok CGP : PUTU EKA JULIANA JAYA, S.E., M.Si
Fasilitator : Bapak Yuli Cahyono
Pndamping : Bapak Komang Witarsa
Satuan Pendidikan :
SMP NEGERI 1 DENPASAR
Mata Pelajaran : IPS
Kelas/Semester : VIII
/ Ganjil
Bab I : Interaksi Keruangan dalam
Kehidupan di Negara- Negara ASEAN
Materi Pokok : Mengenal Negara-Negara ASEAN
Alokasi Waktu : 3 pertemuan ( @ 40 Menit )
pertemuan ke 1
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah
kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan menggunakan discovery learning model dan setelah mempelajari
materi,
diharapkan peserta didik dapat:
1)
Mendeskripsikan Letak dan
Luas Geografis Negara-Negara di ASEAN,
2)
Mendeskripsikan Letak koordinat Negara-Negara di ASEAN,
3)
Mengidentifikasi kakateristik seperti identitas negara,
keadaan alam, penduduk, perekonomian, SDA,
4)
Kerjasama negara-negara ASEAN dan
5)
menginformasikan kembali peserta didik lain mengenai;
6)
letak dan Luas serta karakteristik Benua Asia dan Benua
lainnya,
7)
melalui bentuk muka bumi dari peta manual atau peta Earth 3D
dengan penuh tanggung jawab, dan memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi, disiplin selama proses pembelajaran, bersikap jujur, percaya diri dan pantang menyerah,
serta memiliki sikap responsif (berpikir kritis) dan proaktif (kreatif), serta
mampu berkomunikasi, bekerja sama
antar sesama, sehingga tercipta kepemimpinan yang baik.
B. Langkah-Langkah Pembelajaran
Kegiatan Pendahuluan 10 menit
1)
Orientasi
(salam
pembuka, berdoa, memeriksa
kehadiran, memeriksa
Kebersihan).
2)
Apersepsi (Mengaitkan materi
yang lalu dan sekarang, dan mengajukan pertanyaan).
3)
Motivasi dengan melihat letak dan luas sekolah,
selanjutnya menjelaskan tujuan pembelajaran).
4)
Pemberian
Acuan (memberitahukan cakupan materi pelajaran, KI/KD, indikator, dan KKM, pembagian
kelompok, menjelaskan
mekanisme langkah-langkah kegiatan pembelajaran.)
Kegiatan
Inti (40 Menit)
1)
Menstimulus dengan melihat/mengamati video dari youtube tentang letak
dan luas geografis
negara-negara di ASEAN dan letak koordinas ASEAN atau menggunakan aplikasi Earth 3D.
Membaca materi dari sumber belajar,
Mendengarkan dan menyimak sekilas info tentang ASEAN,
2)
Mengajukan
pertanyaan;
“Mengapa luas lautan indonesia
lebih luas dari daratannya?”
“Bagaimana batas titik terluar
Indonesia dan dimana letaknya?”
“Seberapa besar luas indonesia
dibanding negara ASEAN lainnya?”
Mengajak siswa melalui
perwakilan kelompok untuk menceritakan hal yang paling menarik menurut mereka
dari video yang telah mereka amati.
Serta menceritakan apa hal positif yang mereka
peroleh dari video tersebut.
3)
Mengumpulkan data dengan cara;
Mengamati obyek/kejadian,
Mencari dan mengumpulkan informasi berupa data /fakta
untuk menjawab pertanyaan yang sudah
teridentifikasi melalui Wawancara
dengan nara sumber dilingkungan
sekolah,
Membaca sumber lain selain buku teks,
selanjutnya Mempresentasikan
ulang untuk saling bertukar
informasi ( temuan baru).
4)
Mengolah data /informasi dari hasil
pengamatan dan pengumpulan data atau sharing dengan kelompok lain dengan cara
berdiskusi atau bermain kuis memakai aplikasi ASEAN.
5)
Memverifikasi
untuk pembuktian hasil dari sumber literasi dengan;
Memperdalam
atau memperluas wawasan untuk solusi
Menghargai jajak pendapat
untuk mufakat.
6)
Menyimpulkan dengan cara;
Menyampaikan
hasil diskusi (hasil
analisis),
Mempresentasikan secara klasikal,
Mengemukakan pendapat dan menanggapi pertanyaan,
Membuat point-point penting,
Menyelesaikan uji kompetensi dengan link google
form atau dengan memakai paper test.
Kegiatan
Penutup 10 Menit
1)
Peserta didik membuat resume point-point penting yang muncul dalam
kegiatan pembelajaran,
2)
Mengagendakan proyek, PR dan
mempelajarai
materi selanjutnya.
3)
Guru meakukan refleksi,
4)
Memberikan reward kepada kelompok yang memiliki kinerja dan
kerjasama yang baik,
5)
Pemberian pesan moral,
6)
Ucap Salam,
7)
Doa.
C. Assesment
1)
Teknik
Penilaian Sikap (observasi ineteraktif), Pengetahuan (Tes tertulis atau lisan, Keterampilan (Proyek, pengamatan, wawancara,
portofolio atau unjuk kerja
produk)
2)
Remedial dan
pengayaan (sesuai dengan keadaan
siswa, sekolah dan sarana prasarana nya).
Denpasar, 23 November 2020
Guru Mata Pelajaran IPS
Putu Eka Juliana Jaya, SE., MSi.
NIP. 19700724 201406 2 002
Referensi:
Adam Grant, 2014, Give and
Take, Penguin Books, 375 Hudson Street, New York, 10014 USA
Beau Lotto, 2017, Deviate,
Hachette Book Group Inc, 1290 Avenue of The Americas, New York, NY 10104 USA
Dawna Markova, PhD and
Angie McArthur. 2015. Collaborative Intelligence. Spigel and Grau, Penguin
Random House LLC, New York.
Edward De Bono, 2014,
Lateral Thinking, Ebury Publishing, CPI Group Ltd, Croydon, CR0 4YY United
Kingdom
Hajar, Ki Dewantara, Karya Ki Hajar Dewantara Bagian
Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2004)
Kemdikbud RI, 2020; https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/10/kemendikbud-selenggarakan-program-pendidikan-bagi-calon-guru-penggerak
Kemdikbud, 2020. Modul II
Program Guru Penggerak (PGP), Kemdikbud, Jakarta.
Ken Segall, 2016, Think
Simple, Random House, United Kingdom LLC
Massimo Pigliucci, 2017,
How To Be A STOIC, Ebury Publishing, 20 Vauxhall Bridge Road, London, SW1V 2 SA
United Kingdom
Merve Emre, 2018, The
Personality Brokers, Doubleday, Pinguin, Random House LLC, New York USA
Saksono, Gatut Ign, 2010,
Pendidikan Yang Memerdekakan Siswa, Diandra Primamitra Media, Yogyakarta.
Setkab RI, 2020; https://setkab.go.id/kemendikbud-luncurkan-merdeka-belajar-5-guru-penggerak-sebagai-pendorong-transformasi-pendidikan/
Sutiyono, 2010,
“Pendidikan Seni Sebagai Basis Pendidikan Karakter Multikulturalis” dalam
Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan, No. XXIX. Edisi Khusus Dies
Natalis UNY, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia D.I. Yogyakarta.
Trilling, B. and Fadel, C,
2009; 21st Century Skills: Learning for
Life in Our Times, San Francisco, Calif., Jossey-Bass/John Wiley &
Sons, Inc.
Yuli Cahyono, 2019. Step
By Step To Become School Principals: CV Aqeela Cipta Media, Sukoharjo, Jawa
Tengah
Yuli Cahyono, 2020; http://lppks.kemdikbud.go.id/id/kabar/membangkitkan-potensi-guru-senior-di-sekolah-untuk-mendukung-program-guru-penggerak-pgp
Yuli Cahyono, 2020; http://lppks.kemdikbud.go.id/id/kabar/diklat-penguatan-kepala-sekolah-pks-cks-cps-dan-pgp
Yuli Cahyono, 2020; http://lppks.kemdikbud.go.id/id/kabar/diklat-penguatan-kepala-sekolah-pks-cks-cps-dan-pgp--bagian-11
================wawa*smpn1denpasar================
Komentar
Posting Komentar