Langsung ke konten utama

‘Disiplin Positif Wujudkan Budaya Positif di Sekolah’

Sintesis Pengetahuan

‘Disiplin Positif Wujudkan Budaya Positif di Sekolah’

 

Oleh                : Putu Eka Juliana Jaya, S.E., M.Si

Modul             : 1.4

Fasilitator        : Drs. Yuli Cahyono, M.Pd
Pendamping    : I Komang Witarsa
, M.Pd

Tanggal           : 5-12-2020

 

Adalah normal bila ada pro kontra, atau setuju dan tidak setuju dalam memperkenalkan perubahan baru dalam suatu organisasi. Program Guru Penggerak (PGP) ini menyeleksi dan memilih beberapa kandidat terbaik yang diharapkan mampu menjadi agen perubahan dalam trasnformasi system pendidikan nasional Indonesia. Tidak setiap sekolah mampu mengirimkan wakilnya karena seleksi yang sangat ketat. Pada sekolah saya, hanya saya yang lolos berhasil mendapatkan kesempatan mengenyam pendidikan sebagai calon guru penggerak. Hal ini membanggakan, dan membuat semangat, serta bahagia. Namun juga menjadi tantangan sendiri, karena beban yang diberikan di pundak saya untuk dapat mengimbaskan apa yang saya dapatkan di PGP tersebut di atas.

Kembali pada pro kontra suatu terobosan baru dalam pola pengajaran, yang kebetulan kali ini berkaitan dengan upaya mencapai budaya positif melalui pendekatan disiplin positif daripada hukuman atau celaan. Saya memilih mendekati rekan sejawat dengan mengajak nya berdiskusi seperti pola refleksi yang saya alami dalam PGP ini. Pola refleksi serupa itu, mengingatkan rekan sejawat saya tentang bagaimana guru impian yang dia dambakan semasa kecil. Sekaligus refleksi itu mengingatkan dia tentang bagaimana kesakitan yang ditimbulkan oleh guru atau orang lain saat dia kecil dulu masih tetap tertanam hingga kini, bahkan memperngaruhi keyakinannya tentang efektifnya sebuah kekerasan fisik dan verbal dalam mendisiplinkan murid. Padahal di sudut hati terdalam dia terluka dan tidak menyukai perlakuan itu. Itu adalah cara pertama saya mendekati rekan sejawat saya yang berbeda pola mengajar.

Cara berikutnya adalah dengan mengusulkan diadakan pelatihan tentang budaya positif di sekolah kepada Kepala Sekolah dengan mengambil nara sumber terbaik yang bisa diundang. Dengan meratanya pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya didiplin positif untuk membentuk budaya positif, bersumber dari sumber yang dipercaya, niscaya terwujud budaya positif yang didambakan. In berkontribusi bagi terwujudnya generasi sopan, santun, berbudaya positif yang kita semua dambakan.

Menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. Namun, dalam prakteknya, kalimat tersebut bukan kalimat yang mudah untuk diwujudkan karena diperlukan perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. Tugas kepemimpinan adalah menciptakan keselarasan kekuatan, dengan cara yang membuat kelemahan suatu sistem menjadi tidak relevan. Hal ini siebutkan oleh Peter F. Drucker dalam pandangannya tentang inkuiri apresiatif.

Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Perubahan yang positif dan konstruktif di sekolah biasanya membutuhkan waktu dan bersifat gradual. Oleh karena itu, sebagai pemimpin, guru penggerak hendaknya terus berlatih mengelola diri sendiri sambil terus berupaya menggerakkan orang lain yang berada di bawah pengaruhnya untuk menjalani proses bersama-sama. Hal ini perlu dilakukan dengan niatan belajar yang tulus demi mewujudkan visi sekolah.

Ketika kita berbicara sekolah sebagai institusi pembentukan karakter. Mari kita ingat kembali makna pendidikan sendiri dari Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara:

“Adapun maksud pendidikan yaitu: menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya” (dikutip dari buku Ki Hajar Dewantara seri 1 pendidikan halaman 20). Dari kutipan tersebut mengisyaratkan kita sebagai guru perlu membangun komunitas di sekolah untuk menyiapkan murid di masa depan agar menjadi manusia berdaya tidak hanya untuk pribadi tapi berdampak pada masyarakat.

Pertanyaannya sekarang adalah karakter seperti apa yang bisa menyiapkan murid menjadi manusia dan anggota masyarakat untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan seperti tujuan pendidikan sendiri. Jika kita mengacu pada dasar negara kita yaitu, Pancasila, ada beberapa karakter yang dapat kita contoh, antara lain: Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan YME dan Berakhlak Mulia, Kreatif, Gotong Royong, Berkebhinekaan Global, Bernalar Kritis dan Mandiri.

Kita seringkali memandang bahwa hukuman adalah bentuk yang sama dengan proses pen-disiplin-an dan memberikan hukuman sebagai salah satu langkah dalam proses disiplin murid. Padahal, disiplin dan hukuman memiliki arti yang berbeda dan memberikan efek yang sangat berbeda dalam pembentukan diri murid. Pada umumnya orang sering melihat 'disiplin' sebagai hal yang sama dengan 'hukuman', namun disiplin dan hukuman adalah dua hal yang berbeda.

Disiplin merujuk pada praktik mengajar atau melatih seseorang untuk mematuhi peraturan atau perilaku dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sementara hukuman dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku  murid. Disiplin dimaksudkan untuk mengembangkan perilaku para murid tersebut serta mengajarkan murid tentang kontrol dan kepercayaan diri dengan berfokus pada apa yang mampu mereka pelajari.

Menerapkan pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Murid cenderung menjadikan orang dewasa sebagai model; jika  murid melihat orang dewasa menggunakan kekerasan fisik atau psikologis, mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat diterima sehingga ada kemungkinan mereka akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada  murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah. Sekolah perlu bekerja dengan orangtua untuk memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta membekali mereka dengan informasi dan alat untuk mempraktikkan disiplin positif di rumah. Berikut peran dan tanggung jawab berbagai struktur sekolah meliputi guru, kepala sekolah dan orang tua murid.

Jadi, disiplin positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan murid untuk menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif mengajarkan keterampilan sosial dan kehidupan yang penting dengan cara yang sangat menghormati dan membesarkan hati, tidak hanya bagi  murid tetapi juga bagi orang dewasa (termasuk orangtua, guru, penyedia penitipan anak, pekerja muda, dan lainnya).

Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

Seringkali permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut. Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang akur. Salah satu langkah dalam menerapkan budaya disiplin positif adalah dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif di kelas. Hal ini juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan.

Kesepakatan kelas berisi beberapa aturan untuk membantu guru dan murid bekerja bersama membentuk kegiatan belajar mengajar yang efektif. Kesepakatan kelas tidak hanya berisi harapan guru terhadap murid, tapi juga harapan murid terhadap pengajar. Kesepakatan disusun dan dikembangkan bersama-sama antara guru dan murid.

Dalam menyusun kesepakatan kelas, guru perlu mempertimbangkan hal yang penting dan hal yang bisa dikesampingkan. Murid dapat mengalami kesulitan dalam mengingat banyak informasi, jadi susunlah 4 - 8 aturan untuk setiap kelas. Jika berlebihan, murid akan merasa kesulitan dan tidak mendapatkan makna dari kesepakatan kelas tersebut. Kesepakatan harus disusun dengan jelas sehingga murid dapat memahami perilaku apa yang diharapkan dari mereka.

Kesepakatan yang disusun perlu mudah dipahami dan dapat langsung dilakukan. Kesepakatan perlu dapat diperbaiki dan dikembangkan secara berkala, seperti setiap awal semester. Untuk mempermudah pemahaman murid, kesepakatan dapat ditulis, digambar, atau disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami dan disadari oleh murid. Strategi lain adalah dengan mencetaknya di setiap buku laporan kegiatan murid. Hal ini menjadi strategi yang baik untuk meningkatkan komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah.

 

Apakah yang dimaksud dengan Budaya Positif? Apa pula kaitannya dengan karakter murid di masa depan? Bagaimana melibatkan stake holder dalam menerapkan budaya positif? Akan dapat dipahami lebih dalam setelah mengamati question and answer berikut ini.

1.      Ceritakan pengalaman ketika Anda menjadi murid dulu, adakah pengalaman buruk yang membekas terkait dengan budaya sekolah? Bagaimana? Apa yang Anda rasakan saat itu? Adakah dampak yang dirasakan? Apakah dampak tersebut berpengaruh hingga saat ini?

Pengalaman saya sebagai murid sangat seru. Pengalaman buruk tidak ada, namun pengalaman seru sangat banyak. Saya pernah dilempar penghapus "gedubrag" di depan saya oleh Guru SD, mapel Bahasa Indonesia saya karena dianggap berisik di kelas. Juga pernah dipukul pakai penggaris kayu besar di pelipis dan pipi oleh Guru Sejarah saya Pak Darmadi di SMP. Saya hanya kaget dan menjadi "benci" pada Guru-guru itu, malah sampai sekarang... hahaha Dampaknya saya jengkel dan tak menaruh hormat pada mereka. Saya anggap mereka menilai sepihak murid yang dianggap "berisik".

Dampak tersebut masih berpengaruh, saya bertekad menjadi Guru yang lebih memahami anak didik saya, saya menjadi lebih mengerti karakter murid.

 

 

2.      Ceritakan pengalaman ketika Anda menjadi murid dulu, adakah pengalaman berkesan yang membekas terkait dengan budaya sekolah? Bagaimana, apa yang Anda rasakan saat itu, adakah dampak yang dirasakan?

Pengalaman berkesan adalah saat pelajaran prakarya. Saya diajar menjahit oleh Bu Guru, Ibu Listiani... Beliau sabarrrr mengajar saya mengerjakan berbagai tusukan. Saya mendapat nilai tinggi 90 dan puas.

Budaya sekolah selama saya SMA adalah kedisiplinan berpakaian dan tata rambut. Saya dihukum karena rambut miring potongannya, saya juga dihukum karena rok saya pendek menurut OSIS. Budaya kekerasan dengan main hukum begitu menjengkelkan, saya turuti namun tetap jengkel. Dampaknya, saya berjanji memaklumi semua ekspresi siswa, dan mendekati mereka dengan sayang bila ingin membentuk merka agar mereka tak jengkel dan tujuan pembinaan tercapai dg baik.

 

3.      Dari pengalaman Anda menjadi murid, jika melihat dari perspektif ketika menjadi guru saat ini, budaya sekolah seperti apa yang berdampak baik pada murid? Sebagai pendidik, hal-hal apa saja yang dapat Anda lakukan untuk mewujudkan hal tersebut?

Budaya sekolah yang fleksibel dan dinamis sangat baik dampaknya dan direkomendasikan agar dapat diterapkan dewasa ini.

 

4.      Dari pengalaman Anda menjadi murid, jika melihat dari perspektif ketika menjadi guru, menurut Anda bagaimana budaya sekolah berdampak pada karakter murid? 

Budaya sekolah itu kumpulan juga dari budaya pribadi gurunya. Kadang, oknum guru tertentu bertingkah laku sedemikian rupa, menorehkan luka dan kejengkelan mendalam pada siswanya sampai saat yang lama. Jadi, marilah para guru, menyayangi murid dengan pendekatan budaya yang baik luhur, penuh kasih sayang.

 

5.      Dari yang saya pahami, budaya positif di sekolah iu apa?

Budaya positif di sekolah adalah suatu kondisi yang berisi kebiasaan yang disepakati bersama untuk dijalankan dalam waktu yang lama. Jika kebiasaan positif ini sudah membudaya, maka nilai-nilai karakter yang diharapkan akan terbentuk pada diri anak.

 

6.      Harapan & Ekspektasi; Apa saja harapan yang ingin Anda tumbuhkan pada diri Anda sebagai seorang pendidik dalam mengembangkan budaya belajar di sekolah?   

Harapan yang ingin saya tumbuhkan terkait budaya belajar di sekolah, saya ingin menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, membahagiakan, seringan mungkin, sehingga setiap anak mampu menuntaskan semua hal dengan baik semampunya, tepat waktu dengan limit yang cukup panjang, tanpa tekanan, dan diiringi rasa maklum dari gurunya.

 

7.         Apa saja kegiatan, materi, dan manfaat yang Anda harapkan dalam modul ini?

Kegiatan yang ingin saya harapkan adalah Elaborasi Konsep yang lebih banyak dari instruktur, sehingga saya mendapat hal baru yang terkini untuk dapat saya terapkan di kelas/sekolah. Materi yang ada, saya yakini sudah mumpuni, nanti bisa saya eksplore lagi bila kurang. Manfaat yang saya harapkan, saya dapat bertumbuh kembang menjadi Guru yang lebih baik, yang mampu menghantarkan anak-anak kita ke masa depan nya dengan selamat bahagia, yang mampu menjawab tantangan industri di masa nya nanti.

 

8.      Dalam pembentukan budaya positif di sekolah, manakah yang perlu lebih banyak diterapkan, disiplin atau hukuman?

Dalam pembentukan budaya positif di sekolah terhadap murid, lebih tepat menerapkan pendekatan disiplin. Disipilin melatih anak menumbuhkan sikap tertentu secara intrinsik dari dalam dirinya. Dampaknya jauh lebih menetap dan positif bagi murid, guru dan sekolah. Hukuman menimbulkan kejengkelan dan dendam, kurang baik bagi hubungan antara murid, guru, sekolah.

 

9.      Bagaimana menumbuhkan disiplin kepada murid yang bisa dilakukan di sekolah Anda?

Menumbuhkan disiplin dengan murid yang ada di sekolah dengan pendekatan kekeluargaan. Pertama yang harus dilakukan mengenal lebih dekat mapping sifat karakter awal murid. lalu membuat kesepakatan kelas, dengan berbagai solusinya. Guru menuntun, memberi teladan, mendampingi, memotivasi selama proses. Selalu ada solusi dalam setiap deviasi yang potensial muncul.

 

10.  Sebagai pendidik, apa yang ingin dicapai dari sikap menumbuhkan disiplin kepada murid?

Saya menumbuhkan sikap disiplin pada murid tentu ingin mencapai tujuan mulia tertentu. Yaitu menghantarkan anak-anak bertumbuh kembang menjadi insan dewasa yang selamat berbahagia dan sukses menjadi dirinya di kemudian hari, termasuk juga menjadi anggota masyarakat yang berbudaya dan siap menghadapi era industri R.4.0 serta globalisasi. Kedisiplinan tinggi adalah ciri adanya motivasi intrinsik dalam diri anak itu, dan inilah modal utama hidup sukses nyaman selamat bahagia dalam masyarakat.

 

11.   Jelaskan apa saja langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menyusun kesepakatan kelas:

a.         Tanya pendapat murid.

b.        Tanyakan ide murid untuk mencapai kelas impiannya.

c.         Ambil kesimpulan dari ide murid.

d.        Ubah ide menjadi kesepakatan kelas.

e.         Tanda tangani kontrak kesepakatan

f.         Lihat bersama poster kontrak kesepakatan.

 

12.  Siapa sajakah yang turut berperan dalam pembentukan kesepakatan kelas?

Guru dan Murid bersama

 

13.  Bagaimana penerapan kesepakatan kelas dapat membangun budaya positif?

Kesepakatan kelas mengandung dan mencerminkan tanggung jawab bersama, sehingga setiap yang bersepakat memiliki rasa yang besar untuk mewujudkannya. Kondisi yang rela dan tanpa paksaan inilah bagian dari budaya positif; ada nilai saling menghormati, menjaga, dan ketertiban di dalamnya.

 

14.  Apa saja yang perlu diantisipasi agar kesepakatan kelas tersebut dapat diterapkan secara berkesinambungan?

Hal yang perlu diantisipasi adalah konsistensi dan komitmen dari pembuat dalam mematuhi aturan yang ditulis dan ditandatangani. Jangan poster kesepakatan itu hanya menjadi hiasan saja, suatu pemenuhan administrasi saja, sehingga sama sekali akhirnya tak memiliki makna apapun dalam semangat kita menumbuhkan disiplin dan budaya positif bagi murid yang merupakan anak bangsa kita.

 

 

=============wawa@spensa=============

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

 

 

 

 

 

 

Judul Modul

REFLEKSI BUDAYA POSITIF (Disiplin Positif Wujudkan Budaya Positif di Sekolah)

 

 

Nama Peserta

PUTU EKA JULIANA JAYA (SMP Negeri 1 Denpasar)

 

 

 

 

Latar Belakang

 

 

Belum terwujudnya secara merata siswa yang memahami budaya positif di kelas/sekolah.

Lini masa tindakan yang akan dilakukan

 

 

Belum maksimal terwujud disiplin positif dan motivasi instrinsik untuk membuat siswa patuh dan tertib sesuai budaya positif sekolah.

Tahap persiapan: 2 hari

 

 

Perlu dikembangkan perubahan nyata yang lebih optimal yang mengadopsi pendekatan disiplin positif, serta menghindari hukuman dan celaan bagi stake holders sekolah yang mencerminkan budaya positif sekolah.

Tahap pelaksanaan (pengumpulan data dan informasi terkait): 5 hari

 

 

Tujuan

Tahap pengolahan data dan wawancara (2 hari)

 

 

Terwujudnya secara merata siswa yang memahami budaya positif di kelas/sekolah.

Tahap evaluiasi & pembuatan laporan: 1 hari

 

 

Terwujud penerapan disiplin positif dan tumbuhnya motivasi instrinsik dalam membuat siswa patuh tertib yang mencerminkan budaya positif sekolah.

Dukungan yang dibutuhkan

 

 

Terwujud peran nyata stake holders yang semakin optimal dengan mengadopsi pendekatan disiplin positif, serta menghindari hukuman dan celaan sesuai budaya positif di sekolah.

Kuota internet dan jaringan internet; disediakan oleh sekolah dan diberikan bantuan oleh Kemdikbud

 

 

Tolok Ulur

Ijin dan persetujuan Kepala Sekolah & Komite.

 

 

Tercapainya secara merata siswa yang memahami budaya positif di kelas/sekolah.

Laptop, computer, printer; disediakan oleh sekolah. Handphone; milik pribadi

 

 

Disiplin positif dapat diterapkan secara baik, motivasi instrinsik siswa tumbuh merata, dalam membuat siswa patuh dan tertib sesuai budaya positif sekolah.

Aplikasi Microsoft Office; disediakan oleh sekolah dan milik pribadi

 

 

Tercapai sosialisasi dan penerapan pendekatan disiplin positif sehingga makin optimal dalam mengembangkan budaya positif di sekolah

Aplikasi Google Meeting dan Google Classroom; disediakan oleh sekolah dan milik pribadi

 

 

 

 

 

 

 

 

Referensi:

Center for Curriculum Redesign. (2015). Character Education for the 21st Century: What Should Students Learn?. Boston, Massachusetts.

Centre for Justice and Crime Prevention and the Department of Basic Education. (2012). Positive Discipline and Classroom Management-Course Reader. Cape Town.

 Durrant, Joan,. (2010). Positive Discipline in Everyday Teaching: A guide for educators. Save the Children, Sweden.

Gossen, D. (2004). It's All About We: Rethinking Discipline Using Restitution. Diakses dari https://www.summiteducation.ca/five-positions-of-control/

Gossen, D. (1997). It’s Okay To Make Mistakes. Diakses dari https://www.esd.ca/Programs/Restitution/Documents/It's%20Okay%20to%20Make%20Mistakes%20Article.pdf

 Graff, Chelsea E. (2012). The effectiveness of Character Education Programs in Middle and High Schools. Counselor Education Master’s Theses, 127.

Hajar, Ki Dewantara, Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 2004)

Kemdikbud RI, 2020; https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/10/kemendikbud-selenggarakan-program-pendidikan-bagi-calon-guru-penggerak

Lickona Ph.D, Tom; Schapsa Ph.D, Eric; Lewis Ph.D, Catherine. (2002). Eleven Principles of Effective Character Education. Character Education Partnership (www.character.org)

Nofijantie, Lilik. (2012). Peran Lembaga Pendidikan Formal Sebagai Modal Utama Membangun Karakter Siswa.Conference Proceedings: Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS XII). 2947 - 2970

Positive Discipline. (2020). Positive Discipline: Creating respectful relationships in homes and schools. www.positivediscipline.com/what-is-positive-discipline.html.

RAPCAN. (2008). A Educator’s Guide to Positive Discipline. Diakses dari www.rapcan.org.za/File_uploads/Resources/teaching%20positive%20discipline%20screen.pdf

Saksono, Gatut Ign, 2010, Pendidikan Yang Memerdekakan Siswa, Diandra Primamitra Media, Yogyakarta.

 

Setkab RI, 2020; https://setkab.go.id/kemendikbud-luncurkan-merdeka-belajar-5-guru-penggerak-sebagai-pendorong-transformasi-pendidikan/

 

Sutiyono, 2010, “Pendidikan Seni Sebagai Basis Pendidikan Karakter Multikulturalis” dalam Cakrawala Pendidikan Jurnal Ilmiah Pendidikan, No. XXIX. Edisi Khusus Dies Natalis UNY, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia D.I. Yogyakarta.

 

 

 

 

===========wawa*smpn1denpasar===========


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Koneksi Antar Materi dan Rancangan Aksi Nyata : PROGRAM GURU PENGGERAK - Angkatan 1

  “Menuju Manusia Merdeka bersama Ki Hajar Dewantara Melalui Profil Pelajar Pancasila yang Unggul dan Mengglobal”   Oleh                : Putu Eka Juliana Jaya Kelompok      : 3 Fasilitator       : Bapak Yuli Cahyono Pendamping  : Bapak I Komang Witarsa   Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sedangkan pengajaran adalah pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004). Namun pola yang ada dewasa ini masih cenderung 1 arah, belum berfokus & berpusat pada murid, antar guru masih banyak yang belum kolaborasi. Maka kami perlu mempertajam keterampilan kepemimpinan, menggali lebih dalam tentang jati diri kami, mengasah berbagai keterampilan manajemen sekolah serta memperkaya dan menunjang sumber daya manusia yang berkualitas dan mumpuni (Yuli Cahyono,

"Ekonomi - Sejarah - Covid-19; Mari Kita Sambung"

"Ekonomi-Sejarah-Pandemi Covid-19; Mari Kita Sambung" Belajar di Rumah - IPS - Antisipasi Penyebaran Pandemi Covid-19 Selamat Pagi Anak-anak yang Rajn dan Hebat! Pada pagi hari ini, mari kita mencoba menghubungkan Ekonomi dengan Sejarah dan Pandemi Covid-19 ? Kalian tentu bertanya; "Bagaimana ya caranya?" Nah, untuk mempermudahnya; coba kalian amati dan baca dua point di bawah ini. 1.        Apa saja yang mengakibatkan  munculnya aktivitas perdagangan ? Dalam Pandemi Covid-19 ini bagaimana menurut kamu situasi perdagangan di Indonesia? Di masa penjajahan (kolonialisme dan imperialisme) Belanda dan Jepang bagaimana aktivitas perdagangan dilakukan? Apa yang menarik dan menguntungkan menurut mu? 2.        Apa saja tujuan perdagangan antar daerah, antar pulau, dan antar negara? Bagaimana dampak pandemi Covid-19 ini terhadap ke-3 jenis perdagangan tersebut? Di masa penjajahan sebelum kemerdekaan bagaimana aktivitas perdagangan dilakukan? Apa ya

Tri Hita Karana, SEL, dan Dinamika Pengajaran

"Tri Hita Karana Menjadi Energi  Pada  Social Emotional Learning (SEL) Beriringan Dengan Dinamika Pengajaran"  Hari ini bertepatan dengan hari Kartini, 21 April 2020; adalah Sesi ke-4, hari ke-2, WORKSHOP ONLINE PGRI BALI , dengan Nara Sumber dari Vietnam; Prof Nguyen Haidai. Beliau adalah Ketua dari WOW Bali, Yayasan Global banjar International yang sangat ahli di bidang Riset dan Teknologi Pendidikan. Materi yang dibawakan beliau luar biasa dalam upaya menggeser pola pendidikan konvensional menuju yang lebih dinamis sesuai dengan kearifan lokal kita. Contohnya Spirit Tri Hita Karana dan keindahan sistem Banjar di Bali menjadi energi dalam pengajaran.  Konsep kosmologi Tri Hita Karana merupakan  falsafah  hidup tangguh. Falsafah tersebut memiliki konsep yang dapat melestarikan keaneka ragaman  budaya  dan  lingkungan  di tengah hantaman  globalisasi  dan  homogenisasi .  Fokus utama WOW dalam Celebration Program & Framework nya adalah pemanfaatan technolog